BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Perkembangan manusia tidak
terpisahkan dari kegiatan-kegiatan sosial dan budaya, yang merupakan suatu
proses perkembangan mental seperti ingatan, perhatian, dan penalaran yang
melibatkan pembelajaran dengan menggunakan temuan-temuan masyarakat.
Perkembangan kognitif sosial anak merupakan hal penting untuk diperhatikan,
karena merupakan kawasan yang membutuhkan pemrosesan yang sangat serius dalam
membentuk karakter dalam rangka meningkatkan potensi ingatan dan penalaran yang
lebih baik. Untuk memaksimalkan perkembangan, seharusnya anak bekerja dengan
teman yang lebih terampil (lebih dewasa) yang dapat memimpin secara sistematis
dalam memecahkan masalah yang lebih kompleks.
Demikian pula dengan tujuan belajar yang paling
utama adalah apa yang dipelajari itu berguna dikemudian hari, yakni membantu
kita untuk dapat belajar terus dengan cara yang lebih mudah. Hal ini dikenal
sebagai transfer belajar. Apa yang kita pelajari dalam situasi tertentu
memungkinkan kita untuk memahami hal-hal lain. Transfer inilah yang menjadi
inti dalam proses belajar. Sementara itu, tujuan pelajaran bukan hanya
penguasaan prinsip-prinsip yang fundamental, melainkan juga mengembangkan sikap
yang positif terhadap belajar, penelitian, penemuan, serta pemecahan masalah
atas kemampuan sendiri. Menyajikan konsep-konsep yang fundamental saja tidak
dengan sendirinya menimbulkan sikap demikian. Masih perlu penelitian dalam soal
ini. Namun dianggap proses menemukan sendiri akan menimbulkan sikap demikian.
Untuk itu penulis akan mengemukakan salah satu teori
perkembangan oleh Vygotsky yang sekiranya mampu mengatasi permasalahan dalam
belajar dan pembelajaran.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana teori perkembangan menurut Vygotsky?
2.
Bagaimana
perkembangan berlangsung?
3.
Bagaimana konsep
inner speech?
4.
Bagaimana konsep
zone of proximal development?
5.
Bagaimana konsep
scaffolding?
6.
Bagaimana konsep
cooperative learning?
7.
Bagaimana penerapan
teori Vygotsky dalam pembelajaran?
8.
Bagaimana aplikasi
teori Vygotsky di ruang kelas?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui teori perkembangan menurut
vygotsky
2.
Untuk menjelaskan bagaimana perkembangan berlangsung
3.
Untuk menjelaskan konsep inner speech
4.
Untuk menjelaskan konsep zone of proximal development
5.
Untuk menjelaskan konsep scaffolding
6.
Untuk menjelaskan konsep cooperative learning
7.
Untuk menjelaskan penerapan teori vygotsky dalam pembelajaran
8.
Untuk menjelaskan aplikasi teori vygotsky di ruang kelas
BAB II
ISI
Nama lengkapnya
adalah Lev Semyonovich Vygotsky. Ia dari keturunan Yahudi dan dilahirkan di
salah satu kota Tsarist Russia pada
tanggal 17 November 1896. Sebelum tertarik
pada psikologi, ia lebih menyukai dunia sastra. Memasuki usia 18 tahun, dia
menulis suatu ulasan tentang Shakespeare’s Hamlet yang kemudian dimasukkan
dalam satu dari berbagai tulisannya mengenai psikologi. Dia memasuki sekolah
kedokteran di Universitas Moscow dan dalam waktu yang tidak lama kemudian dia
pindah ke sekolah hukum sambil mengambil studi kesusasteraan pada salah satu
universitas swasta. Dia menjadi tertarik pada psikologi pada umur 28 tahun.
Awalnya ia menjadi
guru sastra disebuah sekolah, namun pihak sekolah juga memintanya untuk
mengajarkan psikolog. Padahal, ia sama sekali tidak pernah mengenyam pendidikan
formal difakultas psikologi sebelumnya. Namun, inilah sekenario yang membuatnya
menjadi tertarik untuk menekuni psikologi, hingga akhirnya ia melanjutkan
kuliah program studi psikologi Moscow institute of Psychology pada tahun 1925.
Judul disertasinya mengenai “Psychology Of Art”. Vygotsky bekerja
kolaboratif bersama Alexander Luria and Alexei Leontiev dalam membuat dan
menyusun proposal penelitian yang sekarang ini dikenal dengan pendekatan
Vygotsky. Selama hidupnya Vygotsky mendapat tekanan yang begitu besar dari
pemegang kekuasaan dan para penganut idelogi politik di Rusia untuk
mengadaptasi dan mengembangkan teorinya.
Perkembangan
pemikirannya baru meluas setelah ia wafat pada tahun 1934, dikarenakan
menderita penyakit TBC.Kepeloporannya dalam meletakkan dasar tentang psikologi
perkembangan telah banyak mempengaruhi sekolah pendidikan di Rusia yang
kemudian teorinya berkembang dan dikenal luas di seluruh dunia hingga saat ini.
A.
Teori
Perkembangan Kognitif Vygotsky
Sumbangan
psikologi kognitif berakar dari teori-teori yang menjelaskan bagaimana otak
bekerja dan bagaimana individu memperoleh dan memproses informasi. Menurut
Vygotsky, perolehan pengetahuan dan perkembangan kognitif seorang sejalan
dengan teori sociogenesis. Dimensi kesadaran sosial bersifat primer, sedangkan
dimensi individualnya bersifat derivative atau merupakan turunan dan bersifat
skunder. Artinya, pengetahuan dan pengembangan kognitif individu berasal dari
sumber-sumber social di luar dirinya. Hal ini tidak berarti bahwa individu
bersikap pasif dalam perkembangan kognitifnya, tetapi Vygotsky juga menekankan
pentingnya peran aktif seseorang dalam mengkonstruksi pengetahuannya. Maka
teori Vygotsky sebenarnya lebih tepat disebut dengan pendekatan
konstruktivisme. Maksudnya, perkembangan kognitif seseorang disamping
ditentukan oleh individu sendiri secara aktif, juga oleh lingkungan sosial yang
aktif pula(Susanto, 2014).
Dalam semua
literatus yang mengupas tetang teori perkembangan kognitif vygotsky kerap
memakjubkan pesan vygotsky yang bernada: “untuk membantu8 anak membangkan pengetahuan
yang sungguh-sungguh bermakna adalah dengan cara memadukan antar konsep-konsep
dan prosedur mulalui demonstrasi.Pada dasarnya teori-teori Vygotsky didasarkan
pada tiga ide utama: (1) bahwa intelektual berkembang pada saat individu
menghadapi ide-ide baru dan sulit mengaitkan ide-ide tersebut dengan apa yang
mereka telah ketahui; (2) bahwa interaksi dengan orang lain memperkaya
perkembangan intelektual; (3) peran utama guru adalah bertindak sebagai seorang
pembantu dan mediator pembelajaran siswa.
Berkaitan
dengan pembelajaran, Vygotsky mengemukakan empat prinsip seperti yang dikutip
oleh (Slavin, 2006) yaitu:
1.
Pembelajaran sosial (social leaning).
2.
ZPD (zone of proximal development).
3.
Masa Magang Kognitif (cognitif apprenticeship).
4.
Pembelajaran Termediasi (mediated learning) melalui scaffolding
B.
Bagaimana
Perkembangan Berlangsung?
Menurut Vygotsky, setiap kemampuan
seseorang akan tumbuh dan berkembang melewati dua tataran, yaitu tataran sosial
tempat orang-orang membentuk lingkungan sosialnya (intermental), dan tataran
psikologis di dalam diri orang yang bersangkutan (intramental). Pandangan teori
ini menempatkan intermental atau lingkungan sosial sebagai faktor primer dan
konstitutif terhadap pembentukan pengetahuan serta perkembangan kognitif
seseorang. Dikatakan bahwa fungsi-fungsi mental yang lebih tinggi dalam diri
seseorang akan muncul dan berasal dari kehidupan sosialnya. Sementara itu
fungsi intramental dipandang sebagai derivasi atau keturunan yang tumbuh atau
terbentuk melalui penugasan dan internalisasi terhadap proses-proses sosial
tersebut.
Teori
Belajar Vygotsky Teori Vygotsky menawarkan suatu potret perkembangan manusia
sebagai sesuatu yang tidak terpisahkan dari kegiatan-kegiatan sosial dan
budaya. Vygotsky menekankan bagaimana proses-proses perkembangan mental seperti
ingatan, perhatian, dan penalaran melibatkan pembelajaran menggunakan
temuan-temuan masyarakat seperti bahasa, sistem matematika, dan alat-alat
ingatan. Ia juga menekankan bagaimana anak-anak dibantu berkembang dengan
bimbingan dari orang-orang yang sudah terampil di dalam bidang-bidang tersebut.
Vygotsky lebih banyak menekankan peranan orang dewasa dan anak-anak lain dalam
memudahkan perkembangan si anak. Menurut Vygotsky, anak-anak lahir dengan fungsi
mental yang relatif dasar seperti kemampuan untuk memahami dunia luar dan
memusatkan perhatian. Namun, anak-anak tak banyak memiliki fungsi mental yang
lebih tinggi seperti ingatan, berfikir dan menyelesaikan masalah. Fungsi-fungsi
mental yang lebih tinggi ini dianggap sebagai ”alat kebudayaan” tempat individu
hidup dan alat-alat itu berasal dari budaya. Alat-alat itu diwariskan pada
anak-anak oleh anggota-anggota kebudayaan yang lebih tua selama pengalaman
pembelajaran yang dipandu. Pengalaman dengan orang lain secara berangsur
menjadi semakin mendalam dan membentuk gambaran batin anak tentang dunia.
Karena itulah berpikir setiap anak dengan cara yang sama dengan anggota lain
dalam kebudayaannya.
Menurut
vygotsky (Slavin, 2006), keterampilan-keterampilan dalam keberfungsian mental
berkembang melalui interaksi sosial langsung. Informasi tentang alat-alat,
keterampilan-keterampilan dan hubungan-hubungan interpersonal kognitif
dipancarkan melalui interaksi langsung dengan manusia. Melalui pengorganisasian
pengalaman-pengalaman interaksi sosial yang berada di dalam suatu latar
belakang kebudayaan ini, perkembangan mental anak-anak menjadi matang. Meskipun
pada akhirnya anak-anak akan mempelajari sendiri beberapa konsep melalui
pengalaman sehari-hari, Vygotsky percaya bahwa anak akan jauh lebih berkembang
jika berinteraksi dengan orang lain. Anak-anak tidak akan pernah mengembangkan
pemikiran operasional formal tanpa bantuan orang lain. Vygotsky mencari
pengertian bagaimana anak-anak berkembang dengan melalui proses belajar, dimana
fungsi-fungsi kognitif belum matang, tetapi masih dalam proses pematangan.
C.
Konsep Inner
Speech/ Private speech (bergumam)
Berguman adalah berbicara dengan diri sendiri
atau berbicara dalam hati untuk tujuan membimbing dan mengarahkan diri sendiri.
Menurut Vygotsky private speech dapat memperkuat interaksi
sosial anak dengan orang lain. Private speech dapat dilihat
pada seorang anak yang dihadapkan pada suatu masalah dalam sebuah ruangan di
mana terdapat orang lain, biasanya orang dewasa. Anak kelihatannya berbicara
pada dirinya sendiri mengenai masalah tertentu, tetapi pembicaraanya diarahkan
pada orang dewasa. Private speech kemudian dihalangi,
tertangkap dan ditransformasikan ke dalam proses berfikir (Baharudin dan
Wahyuni,2015).
D.
Konsep Zone
of Proximal Development
Menurut Vygotsky, perkembangan
kemampuan seseorang dapat dibedakan ke dalam dua tingkat, yaitu tingkat
perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial. Tingkat perkembangan
aktual tampak dari kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas atau
memecahkan berbagai masalah secara mandiri. Ini disebut sebagai kemampuan
intramental. Sedangkan tingkat perkembangan potensial tampak dari kemampuan
seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas dan memecahkan masalah ketika di
bawah bimbingan orang dewasa atau ketika berkolaborasi dengan teman sebaya yang
lebih kompeten. Ini disebut kemampuan intermental. Jarak antara keduanya, yaitu
tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial ini disebut zona
perkembangan proksimal.
Zona perkembangan proksimal
diartikan sebagai fungsi-fungsi atau kemampuan-kemampuan yang belum matang yang
masih berada pada proses pematangan. Perkembangan ini akan menjadi matang
melalui interaksinya dengan orang dewasa atau kolaborasi dengan teman sebaya
yang lebih kompeten. Zona perkembangan proksimal dipandang sebagai perancah
atau batu loncatan untuk mencapai taraf perkembangan yang semakin tinggi.
Gagasan Vygotsky tentang zona
perkembangan proksimal ini mendasari perkembangan teori belajar dan
pembelajaran untuk meningkatkan kualitas dan mengoptimalkan perkembangan
kognitif anak. Beberapa konsep kunci yangperlu dicatat adalah bahwa
perkembangan dan belajar bersifat interdependen atau saling terkait,
perkembangan kemampuan seseorang bersifat tidak dapat dipisahkan dari konteks
sosial, dan sebagai bentuk fundamental dalam belajar adalah partisipasi dalam
kegiatan sosial.
Berpijak pada konsep zona
perkembangan proksimal, maka sebelum kemampuan intramental terbentuk anak perlu
dibantu dalam proses belajarnya. Orang dewasa dan/atau teman sebaya yang lebih
kompeten perlu membantu dengan berbagai cara seperti memberikan contoh, feedback,
menarik kesimpulan dan sebagainya dalam rangka perkembangan kemampuannya. Jadi, pada saat
siswa bekerja dalam daerah perkembangan terdekat (ZPD) mereka, tugas-tugas
yang tidak dapat mereka selesaikan sendiri, akan dapat mereka selesaikan dengan
bantuan teman sebaya atau orang dewasa. Pembelajaran di sekolah hendaknya
bekerja dalam daerah ini, menarik kemampuan-kemampuan anak dengan
maksud mendorong pertumbuhan seefektifnya(Ghufron dan Risnawita, 2014)
E.
Konsep Scaffolding
Ketika siswa mengerjakan pekerjaanya di sekolah
sendiri, perkembangan mereka kemungkinan akan berjalan lambat. Untuk
memaksimalkan perkembangan, siswa seharusnya bekerja dengan teman yang lebih
terampil yang dapat memimpin secara sistematis dalam memecahkan masalah yang
lebih kompleks. Teori Vygotsky yang lain adalah “Scaffolding“.Vygotsky
menekankan bahwa pemagangan kognitif mengacu pada proses di mana
seseorang yang sedang belajar tahap demi tahap memperoleh keahlian melalui
interaksinya dengan pakar Scaffolding merupakan suatu istilah pada
proses yang digunakan orang dewasa untuk menuntun anak-anak menuju Zone of
proximal developmentnya (Subanji, 2013).
Scaffolding adalah memberikan kepada seseorang anak
sejumlah besar bantuan selama tahap - tahap awal pembelajaran dan kemudian
mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak tersebut
mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia mampu
mengerjakan sendiri. Bantuan yang diberikan guru dapat berupa petunjuk,
peringatan, dorongan menguraikan masalah ke dalam bentuk lain yang memungkinkan
siswa dapat mandiri.(Slavin, 2006).
F.
Konsep
Cooperative Learning
Vygotsky menekankan pentingnya peranan
lingkungan kebudayaan dan interaksi sosial dalam perkembangan sifat-sifat dan
tipe-tipe manusia. Siswa sebaiknya belajar melalui interaksi dengan orang
dewasa dan teman sebaya yang lebih mampu. Interaksi sosial ini memacu
terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual siswa. Menurut
Vygotsky fungsi kognitif manusia berasal dari interaksi sosial
masing-masing individu dalam konteks budaya. Pengetahuan dan pengertian
dikonstruksi bila seorang terlibat secara sosial dalam dialog. Pembentukan
makna adalah dialog antar pribadi dalam hal ini pebelajar tidak hanya
memerlukan akses pengalaman fisik tetapi juga interaksi dengan pengalaman yang
dimiliki oleh individu lain. Prinsip ini melahirkan model pembelajaran
kooperatif (cooperative learning).
Pembelajaran Kooperatif adalah suatu metode
pembelajaran yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja
atau membantu di antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam
kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih. Pembelajaran kooperatif merupakan
salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham sosial. Pembelajaran
kooperatif merupakan metode pembelajaran dengan sejumlah siswa sebagai anggota
kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya,
setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu
untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar
dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai
bahan pelajaran. Tujuan pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi di
mana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan
kelompoknya (Slavin, 2006).
G.
Penerapan Teori
Vygotsky dalam Pembelajaran
Pada setiap perencanaan dan
implementasi pembelajaran perhatian guru harus dipusatkan kepada kelompok anak
yang tidak dapat memecahkan masalah belajar sendiri. Yaitu mereka yang hanya
dapat solve problem with help. Guru perlu menyediakan berbagai jenis dan
tingkatan bantuan (helps) yang dapat memfasilitasi anak agar mereka
dapat memecahkan permasalahan yang dihadapinya. Bantuan-bantuan tersebut dapat
dalam bentuk pemberian contoh-contoh, petunjuk atau pedoman mengerjakan,
bagan/alur, langkah-langkah, atau prosedur melakukan tugas, pemberian balikan,
dan sebagainya. Bimbingan atau bantuan dari orang dewasa atau teman yang lebih
kompeten sangat efektif untuk meningkatkan produktifitas belajar.
Bantuan-bantuan tersebut tentunya harus sesuai dengan konteks
sosio-kultural atau karakteristik anak.
Kelompok anak yang cannot solve problem
meskipun telah diberikan berbagai bantuan, perlu diturunkan ke kelompok yang
lebih rendah kesiapan belajarnya sehingga setelah diturunkan, mereka juga
berada pada zone of proximal development nya sendiri, dan oleh karena
itu mereka siap memanfaatkan bantuan yang disediakan. Sedangkan kelompok yang
telah mampu menyelsaikan masalah secara mandiri harus ditingkatkan tuntutannya,
sehingga tidak perlu membuang-buang waktu dengan tagihan belajar yang sama bagi
kelompok anak yang ada dibawahnya.
Penerapan
teori belajar Vygotsky dalam interaksi belajar mengajar mungkin dapat
dijabarkan sebagai berikut :
1.
Walaupun anak tetap dilibatkan dalam
pembelajaran aktif, guru harus secara aktif mendampingi setiap kegiatan
anak-anak. Dalam istilah teoritis, ini berarti anak-anak bekerja dalam Zone
of proximal developmnet dan guru menyediakan scaffolding bagi anak
selama melalui ZPD.
2.
Secara khusus Vygotsky mengemukakan bahwa
disamping guru, teman sebaya juga berpengaruh penting pada perkembangan
kognitif anak, kerja kelompok secara kooperatif tampaknya mempercepat
perkembangan anak.
3.
Gagasan tentang kelompok kerja kreatif ini
diperluas menjadi pengajaran pribadi oleh teman sebaya (peer tutoring),
yaitu seorang anak mengajari anak lainnya yang agak tertinggal dalam pelajaran.
Satu anak bisa lebih efektif membimbing anak lainnya melewati ZPD karena mereka
sendiri baru saja melewati tahap itu sehingga bisa dengan mudah melihat
kesulitan-kesulitan yang dihadapi anak lain dan menyediakan scaffolding yang
sesuai
H.
Aplikasi Teori
Vygotsky di Ruang Kelas
Berdasarkan
teori Vygotsky yang telah dikemukakan di atas maka pembelajaran dapat
dirancang/didesain dalam model pembelajaran konstruktivis di kelas sebagai
berikut:
1.
Identifikasi prior knowledge dan
miskonsepsi yang dilakukan
dengan tes awal (pre test)
2.
Penyusunan program pembelajaran dalam bentuk
Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.
3.
Orientasi dan elicitasi
Siswa
dituntun agar mereka mau mengemukakan gagasan intuitifnya sebanyak mungkin
tentanggejala-gejala fisika yang mereka amati dalam lingkungan hidupnya
seharihari. Pengungkapan gagasan tersebut dapat memalui diskusi, menulis,
ilustrasi gambar dan sebagainya. Suasana pembelajaran dibuat santai dan tidak
menakutkan agar siswa tidak khawatir dicemooh dan ditertawakan bila
gagasan-gagasannya salah. Guru harus menahan diri untuk tidak menghakiminya.
Kebenaran akan gagasan siswa akan terjawab dan terungkap dengan sendirinya
melalui penalarannya dalam tahap konflik kognitif.
4.
Refleksi
Dalam
tahap ini, berbagai macam gagasan-gagasan yang bersifat miskonsepsi yang muncul
pada tahap orientasi dan elicitasi direflesikan dengan miskonsepsi yang telah
dijaring pada tahap awal.
5.
Restrukturisasi ide, berupa:
a.
tantangan, siswa diberikan
pertanyaan-pertanyaan tentang gejala-gejala yang kemudian dapat diperagakan
atau diselidiki dalam praktikum. Mereka diminta untuk meramalkan hasil
percobaan dan memberikan alasan untuk mendukung ramalannya itu.
b.
konflik kognitif dan diskusi kelas. Siswa
didorong untuk menguji keyakinan dengan melakukan percobaan. Kemudian mereka
didorong untuk memikirkan penjelasan paling sederhana yang dapat menerangkan
sebanyak mungkin gejala yang telah mereka lihat. Usaha untuk mencari penjelasan
ini dilakukan dengan proses konfrontasi melalui diskusi dengan teman atau guru
yang pada kapasistasnya sebagai fasilitator dan mediator.
c.
membangun ulang kerangka konseptual. Siswa
dituntun untuk menemukan sendiri bahwa konsep-konsep yang baru itu memiliki
konsistensi internal serta menunjukkan bahwa konsep ilmiah yang baru itu memiliki
keunggulan dari gagasan yang lama.
6.
Aplikasi. Menyakinkan siswa akan manfaat untuk
beralih konsepsi dari miskonsepsi menuju konsepsi ilmiah. Menganjurkan mereka
untuk menerapkan konsep ilmiahnya tersebut dalam berbagai macam situasi untuk
memecahkan masalah yang instruktif dan kemudia menguji penyelesaian secara
empiris.
7.
Review dilakukan untuk meninjau keberhasilan
strategi pembelajaran yang telah berlangsung dalam upaya mereduksi miskonsepsi
yang muncul pada awal pembelajaran. Revisi terhadap strategi pembelajaran
dilakukan bila miskonsepsi yang muncul kembali bersifat sangar resisten. Hal
ini penting dilakukan agar miskonsepsi yang resisten tersebut tidak selamanya
menghinggapi struktur kognitif, yang pada akhirnya akan bermuara pada kesulitan
belajar dan rendahnya prestasi siswa bersangkutan.
Untuk membantunya
mencapai kemandirian. Siswa diberi masalah yang kompleks,
sulit, dan realistik, dan kemudian diberi bantuan secukupnya dalam
memecahkan masalah siswa. Bantuan yang diberikan guru dapat berupa petunjuk, peringatan,
dorongan, menguraikan masalah ke dalam bentuk lain yang memungkinkan siswa
dapat mandiri. Vygotsky mengemukakan tiga kategori pencapaian siswa dalam
upayanya memecahkan permasalahan, yaitu:
- Siswa mencapai keberhasilan dengan baik.
- Siswa mencapai keberhasilan dengan bantuan.
- Siswa gagal meraih keberhasilan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Teori belajar Vygotsky memberi penekanan pada
hakikat sosiokultural dari pembelajaran. Vygotsky menyatakan bahwa pembelajaran
terjadi apabila peserta didik bekerja atau belajar dalam zone of proximal
development. Zone of proximal developmnet merupakan celah antara
actual development dan potensial development, dimana antara apakah seorang anak
dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang dewasa dan apakah seorang anak
dapat melakukan sesuatu dengan arahan orang dewasa atau kerjasama dengan teman
sebaya.
2.
Teori Vygotsky merupakan teori yang lebih
mengacu pada kontruktivisme. Karena ia lebih menekan pada hakikat pembelajaran
sosiokultural.
konsep teori perkembangan kognitif vygotsky berikut terdapat pada tiga hal:
a) hukum genetic tentang perkembangan (genetic law of development)
b) zona perkembangan proksimal (zone of proximal development)
c) mediasi
konsep teori perkembangan kognitif vygotsky berikut terdapat pada tiga hal:
a) hukum genetic tentang perkembangan (genetic law of development)
b) zona perkembangan proksimal (zone of proximal development)
c) mediasi
3.
Teori Vigotsky dalam kegiatan pembelajaran juga
dikenal apa yang dikatakan scaffolding yaitu memberikan sejumlah besar dukungan
kepada anak selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi
bantuan dan memberikan kesempatan kepada anak itu untuk mengambil tanggung
jawab yang semakin besar segera setelah ia mampu melakukannya sendiri
4.
Bentuk penerapan teori belajar Vygotsky adalah
melalui metode pembelajaran kooperatif dan metode pembelajaran tutor sebaya.
B.
Saran
Berdasarkan teori Vygotsky di atas, maka sebagai
rekomendasi bagi pengajar atau pendidik adalah sebagai berikut:
1.
anak memperoleh kesempatan yang luas untuk
mengembangkan zona perkembangan proksimalnya atau patensinya melalui belajar
dan berkembang.
2.
Pembelajaran perlu dikaitkan dengan tingkat
perkembangan potensialnya dari pada tingkat perkembangan aktualnya.
3.
Pembelajaran lebih diarahkan pada penggunaan
strategi untuk mengembangkan kemampuan intermentalnya dari pada kemampuan
intramentalnya.
4.
Anak diberi kesempatan yang luas untuk
mengintregrasikan pengetahuan deklaratif yang telah dipelajarinya dengan
pengetahuan procedural yang dapata digunakan untuk melakukan tugas-tugas dan
memecahkan masalah.
5.
Proses belajar dan pembelajaran tidak sekedar
bersifat transferal tetapi lebih merupakan kkonstruksi, yaitu suatu proses
mengkonstruksi pengetahuan atau makna baru secara brsama-sama antar semua pihak
yang terlibat di dalamnya.
DAFTAR RUJUKAN
Baharudin, dan
Wahyuni, Esa, Nur. Teori Belajar dan Pembelajaran. 2015. Yogyakarta: Ar
Ruz Media.
Ghufron, M.
Nur, dan Risnawita, Rini. Gaya Belajar Kajian Teoretik. 2014. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar.
Slavin, Robert
E. Educational Phsycology : Theory
And Practice Eight Edition. 2006. United States of America : Pearson.
Subanji. Pembelajaran
Matematika Kreatif dan Inovatif. 2013. Malang: UM Press.
Susanto, Ahmad.
Pengembangan Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar. 2014. Jakarta :
Prenadamedia Group.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar