BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Siswati &Widayati
(2009). mengungkapkan dalam jurnalnya tentang hasil penelitian dari
Yayasan Semai Jiwa Insani yang menunjukkan bahwa
tidak ada satupun sekolah di
Indonesia yang bebas
dari tindakan kekerasan Pada banyak
negara, school bullying sudah
disikapi secara serius, bahkan di beberapa negara
di Asia fenomena
ini telah banyak
dibahas dan dilakukan penelitian-penelitian. Sedangkan
di Indonesia sendiri, penelitian
dan pembicaraan tentang
hal ini masih
sedikit sehingga kurang banyak
data yang dapat
diperoleh mengenai dampak yang
diakibatkannya.
Mencermati kondisi
tersebut di atas, perilaku bullying memiliki dampak
yang serius. Dampak
negatif yang mungkin disebabkan
oleh bullying menyebabkan pentingnya untuk
mengenali perilaku ini. Mengekplorasi
kejadian dan dampaknya akan
dapat memberikan informasi mengenai
orang-orang yang terlibat, tempat
terjadinya, dan urutan dari
perilaku yang terjadi
dalam kejadian tersebut
(Suswati&Widayanti, 2009).
Praktik bullying terjadi
pula di tingkat
sekolah dasar (Craig, 1998). Bullying
seringkali diabaikan
dan dianggap sebagai
suatu bentuk interaksi antarindividu.
Tindakan preventif yang dilakukan pihak sekolah untuk mengurangi
praktik ini masih sangat
terbatas. Sementara itu, siswa masih
belum banyak yang
mengetahui tentang bullying beserta dampak yang ditimbulkan. Salah
satu kasus kematian
akibat bullying adalah
kematian Fifi Kusrini (13tahun) dengan
bunuh diri pada
15 Juli 2005 yang
dipicu oleh rasa minder dan
frustrasi karena sering diejek “anak tukang
bubur” oleh teman-teman
sekolahnya(Suswati&Widayanti, 2009).
Oleh karena
itu, peneliti tergerak untuk melakukan penelituan studi kasus mengenai fenomena
bullying pada siswa sekolah dasar.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa saja bentuk-bentuk perilaku bullying di sekolah?
2.
Siapa saja yang
menjadi korban dan pelaku bullying di sekolah?
3.
Apa dampak
perilaku bullying dan bagaimana cara
mencegah dan mengatasi perilaku bullying di sekolah?
BAB II
TINJUAUAN PUSTAKA
A.
Bullying: Pengertian dan Bentuk-bentuk Perilakunya
. Tattum dan Tattum (dalam Siswati& Widayati, 2009) mengungkapkan bullying adalah
“….the willful, conscious
desire to hurt
another and put
him/her under stress”.
Olweus (dalam Siswati&
Widayati, 2009) juga mengatakan
hal yang serupa
bahwa bullying adalah
perilaku negatif yang
mengakibatkan seseorang
dalam keadaan tidak
nyaman/terluka dan biasanya
terjadi berulang-ulang “repeated during
successive encounters”. Yusuf
dan Fahrudin (2012) mengatakan bahwa bullying ialah penyalahgunaan kuasa yang merujuk operasi psikologi atau fisik yang
berulang-ulang terhadap individu yang lemah oleh individu atau kelompok yang
lebih berkuasa yang bersumber dari kehendak atau keinginan untuk mencederakan
seseorang dan meletakkan korban tersebut dalam situasi yang tertekan. Dari pengertian
tersebut di atas, dapat
disimpulkan bahwa bullying adalah
perilaku agresif yang dilakukan oleh seseorang yang memiliki
kekuasaan atas orang lain yang lebih lemah, secara
berulang-ulang dengan tujuan untuk
menyakiti orang tersebut.
Menurut
Siswati& Widayanti (2009), rasa sakit dan kekecewaan yang ditimbulkan oleh
penghinaan akan mengundang reaksi
siswa membalas, yaitu:
1.
Perasaan
berhak, yang menyangkut keistimewaan dan hak untuk mengendalikan, mengatur, menaklukkan, dan menyiksa orang lain.
2.
Fanatisme pada
perbedaan, dimana perbedaan dianggap sebagai kelemahan sehingga tidak layak
memperoleh penghargaan
3.
Suatu kemerdekaan
untuk mengecualikan, yakni dengan melakukan tindakan-tindakan yang membatasi, mengisolasi dan memisahkan seseorang yang dianggap tidak layak untuk mendapatkan penghargaan.
Perilaku-perilaku yang
termasuk dalam bullying (Suswati&Widayanti, 2009)adalah:
1.
Bentuk fisik,
seperti memukul, mencubit,
menampar, dan memalak (meminta dengan
paksa yang bukan miliknya. Bentuk verbal,
seperti memaki, menggosip, atau
mengejek
2.
Bentuk psikologis,
seperti mengintimidasi, mengecilkan,
dan diskriminasi
Diantara beberapa bentuknya, bullying mental/psikologis yang
paling berbahaya karena sulit dideteksi dari luar. Seperti:memandang dengan
sinis, menjulurkan lidah,menampilkan ekspresi wajah yang merendahkan,mengejek,
memandang dengan penuh ancaman,mempermalukan didepan umum, mengucilkan,memandang
dengan hina, mengisolir, menjauhkan, dan lain-lain (Yayasan Semai Jiwa Insani
dalam Yandri & Daharnis & Nirwana, 2013). Juga seperti yang
diungakapkan Kowalski & Limber (2007)” ... bullying has included overt physical acts
(e.g., hitting, shoving) and verbal abuse (e.g., taunting, name-calling) as
well as more subtle or indirect actions such as social exclusion and
rumorspreading.”
B.
Bullying terhadap siswa di Sekolah
Setiap perilaku agresif,
apapun bentuknya, pasti
memiliki dampak buruk
bagi korbannya. Siswa yang
menjadi korban bullying
adalah siswa yang biasanya enderung pasif,
gampang terintimidasi, memiliki
sedikit teman, memiliki kesulitan
untuk mempertahankan diri, dan lebih
kecil atau lebih muda (Craig, 1998). Para ahli menyatakan bahwa school bullying mungkin merupakan bentuk
agresivitas antarsiswa yang
memiliki dampak paling negatif
bagi korbannya (Siswati & Widayanti, 2009).
Dampak lain yang
dialami oleh korban bullying adalah
mengalami berbagai macam
gangguan yang meliputi kesejahteraan
psikologis yang rendah (low psychological well-being)
di mana korban akan merasa
tidak nyaman, takut, rendah
diri serta tidak
berharga, penyesuaian sosial yang
buruk di mana korban merasa takut ke sekolah bahkan tidak mau
sekolah, menarik diri
dari pergaulan, prestasi akademik
yang menurun karena mengalami
kesulitan untuk
berkonsentrasi dalam belajar bahkan buruknya
korban memiliki keinginan untuk
bunuh diri daripada harus menghadapi
tekanan-tekanan berupa hinaan dan hukuman. Eratnya hubungan
antara kesejahteraan
psikologis dan kesehatan fisik menyebabkan
korban bullying
terkadang juga mengalami
gangguan pada fisiknya (Yandri
& Daharnis & Nirwana, 2013). Ini sejalan dengan yang diungkapkan Van
der Wal, de Mit, & Hirasing (2012): “The association between bullying
and psychosocial health differed notably between girls and boys as well as
between direct and indirect forms of bullying. Antibullying interventions in
primary schools must pay attention to these differences to successfully prevent
the development of emotional problems, such as depression and suicidal
ideation, or the beginning of a criminal career.”
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
Pendekatan
Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif, yaitu penelitian yang menekankan pada pengungkapan
fakta-fakta menurut kenyataan yang ada dengan memotret
kondisi atau situasi dan
berupaya untuk mencari jawaban atas
pertanyaan ‘apa’, ‘dimana’, dan ‘berapa banyak’.
B.
Jenis
Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus, yaitu
penelitian yang memusatkan diri secara intensif pada suatu obyek tertentu yang
mempelajarinya sebagai suatu kasus. Sebagai penelitian
pendahuluan, metode yang digunakan adalah
berupa survey research, di
mana peneliti menggali data
dari lapangan mengenai fenomena yang
dimaksud.
C.
Subjek
Penelitian
Subjek dari penelitian ini adalah 2 siswa laki-laki
dan 2 siswa perempuan Sekolah
Dasar di Kota Malang dan berusia 9-12
tahun.
D.
Alat
Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan metode penelitian
survei dengan alat kuesioner yang
dikonstruk berdasarkan hasil
telaah teori. Kuesioner dalam
penelitian ini terdiri dari
pertanyaan tertutup.. Untuk
melengkapi data, peneliti juga mengumpulkan data dengan cara wawancara mendalam
terhadap subyek penelitian.
E.
Teknik Analisis
Data
Analisis
data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis data kualitatif. Peneliti menggunakan model Miles dan Huberman
(Sugiyono, 2015: 337) menyatakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif
dilakukan secara interaktif. Aktivitas dalam analisis data yaitu : data
reduction (reduksi data), data display (penyajian data), dan verification (menarik kesimpulan).
F.
Metode Validasi
Metode validasi dilakukan dengan triangulasi. Triangulasi dalam
validasi data ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan
berbagai cara dan berbagai waktu. Peneliti menggunakan triangulasi sumber,
subjek, dan kroscek.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil
Dari jawaban-jawaban
yang diberikan oleh subyek pada
kuesioner, tampak bahwa
fenomena bullying juga marak terjadi di kalangan siswa-siswa
Sekolah Dasar.
Berikut ini adalah
hasil temuan di lapangan.
1.
Bentuk-Bentuk Bullying
Hasil yang diperoleh
dari pernyataan-pernyataan
tertutup dari kuesioner menggambarkan berbagai
variasi perilaku bullying yang
terjadi pada siswa
Sekolah Dasar di mana
mereka menempatkan diri sebagai
korban. Tabel 1 berikut
ini adalah ringkasan dari bentuk perilaku bullying.
Bentuk
Perilaku Bullying yang muncul
|
Siswa L1
|
Siswa L2
|
Siswa P1
|
Siswa P2
|
Dipukul teman
|
√
|
√
|
√
|
|
Dicubit teman
|
√
|
√
|
√
|
|
Didorong teman
|
√
|
√
|
√
|
√
|
Dijambak rambutnya oleh teman
|
√
|
√
|
||
Dihukum oleh guru
|
√
|
√
|
√
|
√
|
Dilempar kapur oleh guru
|
√
|
√
|
√
|
√
|
Dipaksa memberikan/membawa sesuatu (uang, makanan, barang)
|
√
|
√
|
√
|
√
|
Dihina guru
|
√
|
√
|
||
Penyebutan nama/julukan yang buruk
|
√
|
√
|
√
|
√
|
Diancam
|
√
|
√
|
√
|
√
|
Tidak diajak bicara
|
√
|
√
|
√
|
|
Digosipkan
|
√
|
√
|
||
Merasa diabaikan
|
√
|
√
|
√
|
|
Ditertawakan
|
√
|
√
|
√
|
|
Dijauhi oleh teman-teman
|
√
|
√
|
√
|
2.
Lokasi
Kejadian, Waktu Terjadinya, dan Pelaku Bullying
Bullying yang
terjadi di kalangan
siswa-siswi berlangsung di
beberapa lokasi di
sekolah yaitu kelas, kantin, dan di luar gerbang sekolah. Waktu
tejadinya bullying adalah jam istirahat, saat ulangan pelajaran, saat
pelajaran biasa, saat dalam perjalanan berangkat atau pulang sekolah, dan saat
jam olahraga atau kegiatan outdoor. Yang menjadi pelaku bullying
adalah teman sekelas, kakak kelas, dan guru.
3.
Reaksi Korban
dan Pelaku Bullying
Beberapa reaksi
yang beragam ditunjukkan
oleh subyek penelitian
saat menghadapi perilaku bullying. Beberapa respon ditunjukkan
melalui tabel.
Reaksi Korban
Bullying
|
Siswa L1
|
Siswa L2
|
Siswa P1
|
Siswa P2
|
Menolak untuk menuruti permintaan
|
√
|
|||
Menuruti permintaan
|
√
|
√
|
||
Melapor ke guru setelah kejadian
|
√
|
√
|
√
|
|
Diam
|
√
|
√
|
√
|
√
|
Takut
|
√
|
√
|
√
|
|
Minta tolong teman
|
√
|
|||
Mula-mula menolak akhirnya menuruti
|
√
|
|||
Melapor ke orang tua
|
√
|
Sementara itu pelaku bullying menunjukkan perilaku
mengancam, memukul, paksaan disertai ancaman ( kepada siswa L) serta memaksa
terus menerus hingga tuntutannya dipenuhi dan meminta kepada yang lain (pada
siswa P)
4.
Temuan Lain
Hal lain
yang ditemukan pada
penelitian ini adalah
terbukanya peluang dari subyek penelitian
untuk berkembang menjadi
pelaku bullying, meskipun
tidak semua subyek
menyatakan demikian. Bentuknya meliputi
dipaksa memukul teman, dipaksa meminta sesuatu kepada teman lain, dipaksa
mencuri uang, dipaksa mengganggu teman. Demikian pula
terdapat bentuk baru
dari perilaku ini, yaitu
dengan menggunakan orangtua
sebagai obyek ejekan.
B.
Pembahasan
Hasil penelitian
pada siswa siswi Sekolah Dasar
Negeri menunjukkan bahwa
ada perbedaan perilaku
bullying yang terjadi
pada siswa laki-laki
dan siswa perempuan.
Pada siswa laki-laki perilaku
bullying yang dilakukan
lebih sering berupa fisik
dan verbal, seperti memukul, mendorong
saat berkelahi, dipaksa dengan
ancaman serta diejek dengan
panggilan tertentu. Sedangkan pada siswa
perempuan, perilaku bullying yang
dilakukan berupa verbal dan yang bersifat relasi, seperti
menjadi bahan pembicaraan /
gosip, tidak dilibatkan dalam
relasi sosial, serta diejek.
Hasil penelitian ini
memiliki kesesuaian dengan penelitian
dari Nansel et al., 2001 (dalam
Milsom and Gallo dalam
Suswati&Widayanti, 2009), yang menyatakan
bahwa terdapat perbedaan perilaku
bullying yang
ditunjukkan oleh siswa
laki-laki dan siswa perempuan Sekolah Dasar. Ini juga sejalan dengan
yang diungkapkan Craig (1998) “... male bully/victims in the younger grades
reported more physical and verbal agression.”
Beberapa
respon yang ditunjukkan
oleh subyek yang menjadi korban bullying dipengaruhi
oleh pengalaman . Beberapa
subyek menyatakan penolakannya
saat diminta untuk
melakukan suatu tindakan tertentu kepada pelaku bullying
dan ada pula yang
merasa tidak berdaya sehingga memilih
untuk menuruti permintaan pelaku.
Adanya learned
helplessness pada subyek
yang memenuhi permintaan
pelaku tersebut mengakibatkan
siklus bullying terus menerus terjadi
sehingga subyek terus berada dalam kondisi tertekan dan takut
apabila mereka akan
mengalami suatu hal yang
buruk apabila menolak untuk mengikuti permintaan
pelaku. Hal ini terlihat dari pernyataan subyek di mana pada
awalnya mereka menolak
untuk menuruti permintaan pelaku,tetapi karena permintaan
tersebut dilakukan terus menerus
disertai dengan ancaman maka akhirnya
subyek memenuhi permintaan tersebut.
Di sisi lain,
ada pula subyek yang
mengetahui adanya ancaman tersebut
dan tetap menanggung
resiko dipukul, diancam, dan
diteror terus menerus
karena mereka tidak
menuruti permintaan pelaku.
Sebagaimana pengakuan subyek berikut:
“waktu kelas 4 pernah dipaksa oleh teman untuk
membelikan jajanan di
warung sekolah kalau
saya enggak mau saya pulang sekolah diancam sama dia
jadinya saya mau membelikan jajan
teman saya di kantin
daripada saya diancam
sama dia…..” (P1-11 tahun)
“….aku ingin bermain bersama
teman-teman, tapi mereka tidak membolehkan saya ikut. Lalu aku dipaksa
untuk memberikan uang seribu
lalu aku beri
lalu aku
boleh bermain lagi”(L1-9 tahun)
“…aku disuruh kakak kelas 6 untuk
minta-minta uang ke teman trus diberikan
ke dia tapi aku tidak mau lalu aku
dipukuli dan disindir dan diejek…. pagi harinya aku yang dimintai uang
oleh kakak kelas itu
tapi aku tidak mau
lalu pada istirahat
pertama dipukuli dia….” (L2-11 tahun)
“….aku terpaksa
membelikan jajan untuk dia ....
“(P2-11 tahun)
Pelaku bullying antara
lain adalah kakak kelas,
di mana hal
ini sesuai dengan pengertian bullying yaitu bahwa pelaku memiliki
kekuasaan yang lebih tinggi. Selain
itu pelaku bullying dapat
juga dilakukan oleh teman
sekelas baik yang
dilakukan perseorangan maupun oleh kelompok. Bahkan, dari
hasil penelitian ditemukan bukti
bahwa guru juga
dapat berperan sebagai pelaku
bullying. Perilaku yang ditunjukkan adalah
berupa verbal, dimana guru menggunakan kata-kata yang
justru dapat menurunkan
minat dan prestasi belajar
siswa sehingga suasana belajar mengajar berada
dalam kondisi terpaksa dan
tidak nyaman.
Peningkatan ‘status’
pada subyek penelitian
yang awalnya menjadi
korban perilaku bullying oleh teman-teman mereka
ke arah pelaku bullying itu
sendiri perlu menjadi perhatian
serius. Sebagaimana yang ditunjukkan oleh
subyek penelitian ini, mereka
justru diminta untuk melakukan bullying,
terutama yang termasuk dalam bentuk fisik
seperti dipaksa untuk memukul
teman lain. Demikian pula
teman yang menjadi penonton dari kejadian bullying
dapat menjadi pihak yang dapat terlibat secara
aktif atau mendukung penindasan atau
setidaknya tidak melakukan apapun
untuk menghentikannya.
Keadaan ini justru
dapat semakin memperparah frekuensi dan
bentuk bullying yang terjadi , sebagaimana salah
satu pernyataan dari subyek berikut: “……saya kemarin dipaksa oleh teman
saya untuk mengganggu teman di sekolah, kalau tidak mau, katanya saya akan dipukul
…”
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Bullying sebagai bentuk
penindasan yang terjdi
di sekolah merupakan
bentuk arogansi yang terekspresikan. Bullying tidak
semestinya dipandang sebelah mata.
Siswa korban bullying akan menghabiskan banyak
waktu untuk memikirkan
berbagai cara untuk menghindari gangguan
dan di sekolah sehingga mereka hanya memiliki sedikit
energi untuk belajar.
Pelaku bullying juga akan
mengalami kesulitan dalam kehidupan
sosialnya dan jika dibiarkan
hingga mereka dewasa dampaknya lebih kompleks. Siswa yang menonton juga berpotensi untuk menjadi pelaku bullying.
Pemutusan rantai kekerasan membutuhkan kerja sama dari berbagai komponen pendidikan, yang meliputi guru,
siswa, orang tua, dan masyarakat.
Pemahaman
komponen skolah sekolah mengenai bullying masih terbatas, terutama
mengenai bentuk-bentuk bullying.
Program penanganan preventif secara terpadu merupakan langkah
yang efektif dilakukan untuk
mengatasi bullying.
Sebagai konselor, guru memegang
peran penting untuk
memberikan kesadaran tentang bullying. Sekolah melalui manajemennya
berperan untuk mengembangkan suatu kebijakan
yang tegas dan konsisten
terhadap perilaku bullying serta meningkatkan ketrampilan dan dukungan
baik terhadap pelaku maupun korban bullying sehingga
akan tercapai lingkungan yang kondusif
bagi siswa.
B.
Saran
Berdasarkan
kesimpulan di atas, dapat
direkomendasikan beberapa saran sebagai berikut:
1.
Bagi Sekolah
a.
Meningkatkan pemahaman mengenai
bullying untuk
mencegah perilaku tersebut
terjadi pada siswa .
b.
Mengumpulkan informasi mengenai
bullying di sekolah secara langsung dari para siswa.
c.
Memutus rantai
kekerasan dengan melibatkan guru dan mengefektifkan peran guru sebagai
konselor.
d.
Menetapkan
aturan-aturan yang jelas mengenai bullying di ruang kelas
dan di lingkungan sekolah secara menyeluruh serta
mensosialisasikannya kepada seluruh elemen sekolah.
e.
Memberikan
pelatihan atau penyuluhan bagi semua
orang dewasa di sekolah untuk menanggapi bullying secara
peka dan konsisten.
f.
Penanaman
pendidikan karakter positif diantaranya toleransi dan kesadaran
akan keberagaman serta menunjukan keteladanannya.
g.
Menyediakan
pengawasan yang memadai oleh orang
dewasa khususnya dalam wilayah-wilayah yang kurang
terstruktur, seperti lapangan
bermain, kantin atau koperasi
sekolah.
2.
Bagi Orang tua
Orang tua
dapat memberi keteladanan perilaku yang
positif, seperti
menghargai, mendukung, dan mengajari cara berteman.
DAFTAR RUJUKAN
Craig, Wendy M. 1998. The Relationship Among Bullying,
Victimization, Depression, Anxiety, and Agression in Elementary School
Children.Pergamon. Person,individ. Diff. Vol.24. No.1, pp. 123-130.
Printed in Great Britain.
Kowalski, Robin M, & Limber, Susan P.. 2007. Electronic
Bullying Among Middle School Students. Journal
of Adolescent Health 41 (2007) S22-S30.
Siswati, &Widayanti, Costrie Ganes. 2009. Fenomena
Bullying Di Sekolah Dasar Negeri Di Semarang: Sebuah Studi Deskriptif.
Jurnal Psikologi Undip (online), Vol. 5, No. 2, diakses 18 Januari 2016.
Sugiyono.
2015. Metode Penelitian Pendidikan : Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R &D. Bandung : Alfabeta.
Van
der Wal, Marcel F,& de Mit, Cess A.M., & Hirasing, Remy A. 2003. Psychosocial
Health Among Young Victims and Offenders of Direct and Indirect Bullying.
Pediatrics 2003;111;1312. pediatrics.aappublications.org
diakses tanggal 18 Januari 2016
Yandri,
Hengki, & Daharnis ,& Nirwana, Herman. 2013.
Pengembangan Modul Bimbingan Dan Konseling Untuk Pencegahan
Bullying Di Sekolah.KONSELOR/Jurnal
Ilmiah Konseling Volume 2 Nomor 1 : 98-106, http://ejournal.unp.ac.id/index.php/konselor diakses 18 Januari 2016
Yusuf, Husmiati, & Fahrudin, Adi. 2012. Perilaku
Bullying:Asesmen Multidimensi Dan Intervensi Sosial. Jurnal Psikologi Undip
Vol. 11, No.2, diakses 18 Januari 2016.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar