Selasa, 17 Januari 2017

FENOMENA BULLYING DI SEKOLAH



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Siswati &Widayati (2009). mengungkapkan dalam jurnalnya tentang hasil penelitian  dari  Yayasan  Semai Jiwa Insani yang   menunjukkan  bahwa  tidak  ada  satupun sekolah  di  Indonesia  yang  bebas  dari  tindakan kekerasan Pada  banyak  negara,  school bullying  sudah  disikapi  secara  serius, bahkan  di  beberapa  negara  di  Asia  fenomena  ini  telah  banyak  dibahas  dan dilakukan  penelitian-penelitian.  Sedangkan  di  Indonesia  sendiri,  penelitian  dan  pembicaraan  tentang  hal  ini  masih  sedikit  sehingga  kurang  banyak  data  yang  dapat  diperoleh  mengenai dampak yang diakibatkannya.
Mencermati  kondisi  tersebut  di  atas, perilaku bullying memiliki dampak
yang  serius.  Dampak  negatif  yang  mungkin  disebabkan  oleh  bullying menyebabkan pentingnya  untuk  mengenali  perilaku ini.  Mengekplorasi  kejadian  dan dampaknya  akan  dapat  memberikan informasi  mengenai  orang-orang  yang terlibat,  tempat  terjadinya,  dan  urutan dari  perilaku  yang  terjadi  dalam kejadian  tersebut (Suswati&Widayanti, 2009). 
Praktik  bullying  terjadi  pula  di  tingkat  sekolah  dasar (Craig, 1998). Bullying  seringkali  diabaikan  dan  dianggap  sebagai  suatu  bentuk  interaksi  antarindividu.  Tindakan  preventif  yang dilakukan pihak sekolah untuk  mengurangi  praktik  ini masih sangat terbatas.  Sementara itu,  siswa masih  belum  banyak  yang  mengetahui  tentang  bullying  beserta dampak yang ditimbulkan.  Salah  satu  kasus  kematian  akibat  bullying  adalah  kematian  Fifi  Kusrini (13tahun)  dengan  bunuh  diri  pada  15  Juli  2005 yang  dipicu  oleh  rasa  minder  dan  frustrasi  karena  sering  diejek  “anak  tukang  bubur”  oleh teman-teman sekolahnya(Suswati&Widayanti, 2009).
Oleh karena itu, peneliti tergerak untuk melakukan penelituan studi kasus mengenai fenomena bullying pada siswa sekolah dasar.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa saja bentuk-bentuk  perilaku  bullying  di  sekolah?
2.      Siapa saja yang menjadi korban dan pelaku bullying di sekolah?
3.      Apa dampak perilaku bullying  dan bagaimana cara mencegah dan mengatasi perilaku bullying di sekolah?

BAB II
TINJUAUAN PUSTAKA

A.    Bullying: Pengertian dan Bentuk-bentuk Perilakunya
.           Tattum  dan  Tattum (dalam Siswati& Widayati, 2009)  mengungkapkan bullying  adalah  “….the  willful,  conscious  desire  to  hurt  another  and  put  him/her  under  stress”.  Olweus  (dalam Siswati& Widayati, 2009)  juga  mengatakan  hal  yang  serupa  bahwa  bullying  adalah  perilaku  negatif  yang  mengakibatkan  seseorang dalam  keadaan  tidak  nyaman/terluka  dan  biasanya  terjadi  berulang-ulang “repeated  during  successive  encounters”. Yusuf dan Fahrudin (2012) mengatakan bahwa bullying  ialah penyalahgunaan kuasa yang  merujuk operasi psikologi atau fisik yang berulang-ulang terhadap individu yang lemah oleh individu atau kelompok yang lebih berkuasa yang bersumber dari kehendak atau keinginan untuk mencederakan seseorang dan meletakkan korban tersebut dalam situasi yang tertekan. Dari  pengertian  tersebut di  atas,  dapat  disimpulkan  bahwa bullying  adalah  perilaku  agresif  yang dilakukan  oleh  seseorang  yang memiliki  kekuasaan  atas  orang lain yang lebih lemah, secara berulang-ulang dengan  tujuan  untuk  menyakiti  orang  tersebut.   
Menurut Siswati& Widayanti (2009), rasa sakit dan kekecewaan yang   ditimbulkan  oleh  penghinaan  akan mengundang  reaksi  siswa  membalas, yaitu:
1.        Perasaan berhak, yang menyangkut keistimewaan dan hak untuk mengendalikan, mengatur,  menaklukkan, dan menyiksa orang lain.
2.        Fanatisme pada perbedaan, dimana perbedaan dianggap sebagai kelemahan sehingga tidak layak memperoleh penghargaan
3.        Suatu  kemerdekaan  untuk mengecualikan, yakni dengan melakukan tindakan-tindakan yang  membatasi, mengisolasi dan  memisahkan seseorang yang  dianggap tidak layak untuk  mendapatkan penghargaan.
Perilaku-perilaku  yang  termasuk  dalam  bullying  (Suswati&Widayanti, 2009)adalah:
1.        Bentuk  fisik,  seperti  memukul, mencubit, menampar,  dan memalak (meminta dengan paksa yang bukan  miliknya. Bentuk  verbal,  seperti  memaki, menggosip, atau mengejek
2.        Bentuk  psikologis,  seperti  mengintimidasi,  mengecilkan,  dan diskriminasi
Diantara beberapa bentuknya, bullying mental/psikologis yang paling berbahaya karena sulit dideteksi dari luar. Seperti:memandang dengan sinis, menjulurkan lidah,menampilkan ekspresi wajah yang merendahkan,mengejek, memandang dengan penuh ancaman,mempermalukan didepan umum, mengucilkan,memandang dengan hina, mengisolir, menjauhkan, dan lain-lain (Yayasan Semai Jiwa Insani dalam Yandri & Daharnis & Nirwana, 2013). Juga seperti yang diungakapkan Kowalski & Limber (2007)” ... bullying has included overt physical acts (e.g., hitting, shoving) and verbal abuse (e.g., taunting, name-calling) as well as more subtle or indirect actions such as social exclusion and rumorspreading.”

B.     Bullying terhadap siswa di Sekolah
Setiap  perilaku  agresif,  apapun  bentuknya,  pasti  memiliki  dampak  buruk  bagi  korbannya.  Siswa yang  menjadi  korban bullying adalah siswa yang  biasanya   enderung  pasif,  gampang  terintimidasi,  memiliki  sedikit  teman,  memiliki  kesulitan  untuk  mempertahankan  diri,  dan  lebih  kecil  atau  lebih muda (Craig, 1998). Para  ahli  menyatakan  bahwa  school  bullying  mungkin merupakan  bentuk  agresivitas  antarsiswa  yang  memiliki  dampak paling  negatif  bagi korbannya (Siswati & Widayanti, 2009).
Dampak  lain  yang  dialami  oleh korban  bullying  adalah  mengalami  berbagai  macam  gangguan  yang  meliputi  kesejahteraan  psikologis  yang  rendah (low psychological well-being) di mana korban  akan  merasa  tidak  nyaman, takut,  rendah  diri  serta  tidak  berharga, penyesuaian  sosial yang buruk di mana korban merasa takut ke sekolah bahkan tidak  mau  sekolah,  menarik  diri  dari pergaulan,  prestasi  akademik  yang menurun  karena  mengalami  kesulitan untuk  berkonsentrasi  dalam  belajar bahkan  buruknya  korban  memiliki keinginan  untuk  bunuh  diri  daripada harus  menghadapi  tekanan-tekanan berupa hinaan dan hukuman. Eratnya  hubungan  antara kesejahteraan  psikologis  dan  kesehatan fisik  menyebabkan  korban  bullying terkadang  juga  mengalami  gangguan pada  fisiknya (Yandri & Daharnis & Nirwana, 2013). Ini sejalan dengan yang diungkapkan Van der Wal, de Mit, & Hirasing (2012): “The association between bullying and psychosocial health differed notably between girls and boys as well as between direct and indirect forms of bullying. Antibullying interventions in primary schools must pay attention to these differences to successfully prevent the development of emotional problems, such as depression and suicidal ideation, or the beginning of a criminal career.”


BAB III
METODE PENELITIAN
A.    Pendekatan Penelitian
Penelitian  ini menggunakan pendekatan kualitatif  deskriptif,  yaitu penelitian yang menekankan pada  pengungkapan  fakta-fakta  menurut  kenyataan yang ada dengan  memotret  kondisi  atau situasi  dan  berupaya  untuk  mencari jawaban  atas  pertanyaan  ‘apa’, ‘dimana’,  dan  ‘berapa  banyak’.
B.     Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus, yaitu penelitian yang memusatkan diri secara intensif pada suatu obyek tertentu yang mempelajarinya sebagai suatu kasus. Sebagai  penelitian  pendahuluan,  metode  yang digunakan  adalah  berupa  survey research,  di  mana  peneliti  menggali data  dari  lapangan mengenai  fenomena yang  dimaksud.
C.     Subjek Penelitian
Subjek dari penelitian ini adalah 2 siswa  laki-laki  dan 2 siswa perempuan  Sekolah Dasar  di Kota Malang dan berusia 9-12 tahun.
D.    Alat Pengumpulan Data
Penelitian  ini  menggunakan metode  penelitian  survei  dengan  alat  kuesioner  yang  dikonstruk  berdasarkan hasil telaah teori.   Kuesioner  dalam  penelitian  ini terdiri  dari  pertanyaan tertutup..  Untuk melengkapi data, peneliti juga mengumpulkan data dengan cara wawancara mendalam terhadap subyek penelitian.
E.     Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis data kualitatif.  Peneliti menggunakan model Miles dan Huberman (Sugiyono, 2015: 337) menyatakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif. Aktivitas dalam analisis data yaitu : data reduction (reduksi data), data display (penyajian data),  dan verification (menarik kesimpulan).
F.      Metode Validasi
Metode validasi dilakukan dengan triangulasi. Triangulasi dalam validasi data ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu. Peneliti menggunakan triangulasi sumber, subjek, dan kroscek.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.    Hasil
Dari jawaban-jawaban  yang  diberikan  oleh  subyek  pada  kuesioner,  tampak  bahwa
fenomena bullying juga marak terjadi di kalangan  siswa-siswa  Sekolah  Dasar.
Berikut  ini  adalah  hasil  temuan  di lapangan.
1.      Bentuk-Bentuk Bullying  
  Hasil  yang  diperoleh  dari pernyataan-pernyataan  tertutup  dari  kuesioner menggambarkan  berbagai  variasi perilaku  bullying  yang  terjadi  pada  siswa  Sekolah  Dasar  di  mana  mereka menempatkan  diri  sebagai  korban. Tabel  1  berikut  ini  adalah  ringkasan dari bentuk perilaku bullying.
Bentuk Perilaku Bullying yang muncul
Siswa L1
Siswa L2
Siswa P1
Siswa P2
Dipukul teman

Dicubit teman

Didorong teman
Dijambak rambutnya oleh teman


Dihukum oleh guru
Dilempar kapur oleh guru





Dipaksa memberikan/membawa sesuatu (uang, makanan, barang)
Dihina guru


Penyebutan nama/julukan yang buruk
Diancam
Tidak diajak bicara

Digosipkan


Merasa diabaikan

Ditertawakan

Dijauhi oleh teman-teman


2.      Lokasi Kejadian, Waktu Terjadinya, dan Pelaku Bullying
             Bullying  yang  terjadi  di  kalangan  siswa-siswi  berlangsung  di  beberapa  lokasi  di  sekolah yaitu kelas, kantin, dan di luar gerbang sekolah. Waktu tejadinya bullying adalah jam istirahat, saat ulangan pelajaran, saat pelajaran biasa, saat dalam perjalanan berangkat atau pulang sekolah, dan saat jam olahraga atau kegiatan outdoor. Yang menjadi pelaku bullying adalah  teman  sekelas, kakak kelas, dan guru. 

3.      Reaksi Korban dan Pelaku Bullying
Beberapa  reaksi  yang  beragam  ditunjukkan  oleh  subyek  penelitian  saat menghadapi perilaku bullying. Beberapa respon ditunjukkan melalui tabel.
Reaksi Korban Bullying
Siswa L1
Siswa L2
Siswa P1
Siswa P2
Menolak untuk menuruti permintaan



Menuruti permintaan


Melapor ke guru setelah kejadian

Diam
Takut

Minta tolong teman



Mula-mula menolak akhirnya menuruti



Melapor ke orang tua




Sementara itu pelaku bullying menunjukkan perilaku mengancam, memukul, paksaan disertai ancaman ( kepada siswa L) serta memaksa terus menerus hingga tuntutannya dipenuhi dan meminta kepada yang lain (pada siswa P)
4.      Temuan Lain
Hal  lain  yang  ditemukan  pada  penelitian  ini  adalah  terbukanya  peluang  dari  subyek  penelitian  untuk  berkembang  menjadi  pelaku  bullying,  meskipun  tidak  semua subyek menyatakan  demikian. Bentuknya meliputi dipaksa memukul teman, dipaksa meminta sesuatu kepada teman lain, dipaksa mencuri uang, dipaksa mengganggu teman. Demikian  pula  terdapat  bentuk  baru  dari  perilaku  ini, yaitu  dengan  menggunakan  orangtua  sebagai  obyek  ejekan. 

B.     Pembahasan
Hasil  penelitian  pada  siswa  siswi  Sekolah  Dasar  Negeri  menunjukkan  bahwa  ada  perbedaan  perilaku  bullying  yang  terjadi  pada  siswa  laki-laki  dan  siswa  perempuan.  Pada  siswa  laki-laki  perilaku  bullying  yang  dilakukan  lebih sering  berupa  fisik  dan  verbal,  seperti memukul,  mendorong  saat  berkelahi, dipaksa  dengan  ancaman  serta  diejek dengan  panggilan  tertentu.  Sedangkan pada  siswa  perempuan,  perilaku bullying  yang  dilakukan  berupa  verbal dan yang bersifat relasi, seperti menjadi bahan  pembicaraan  /  gosip,  tidak dilibatkan  dalam  relasi  sosial,  serta  diejek. Hasil  penelitian  ini  memiliki kesesuaian  dengan  penelitian  dari Nansel et al., 2001  (dalam Milsom  and Gallo dalam Suswati&Widayanti,  2009), yang  menyatakan  bahwa terdapat  perbedaan  perilaku  bullying yang  ditunjukkan  oleh  siswa  laki-laki dan siswa perempuan Sekolah Dasar. Ini juga sejalan dengan yang diungkapkan Craig (1998) “... male bully/victims in the younger grades reported more physical and verbal agression.”
 Beberapa  respon  yang  ditunjukkan  oleh  subyek  yang menjadi korban  bullying  dipengaruhi  oleh  pengalaman .  Beberapa  subyek  menyatakan  penolakannya  saat  diminta  untuk  melakukan  suatu  tindakan tertentu kepada pelaku bullying dan ada  pula  yang  merasa  tidak  berdaya sehingga  memilih  untuk  menuruti permintaan  pelaku.  Adanya  learned helplessness  pada  subyek  yang  memenuhi  permintaan  pelaku  tersebut  mengakibatkan  siklus  bullying  terus  menerus  terjadi  sehingga  subyek  terus berada dalam kondisi tertekan dan takut apabila  mereka  akan  mengalami  suatu hal  yang  buruk  apabila menolak  untuk mengikuti  permintaan  pelaku.  Hal  ini terlihat dari pernyataan subyek di mana  pada  awalnya  mereka  menolak  untuk menuruti  permintaan  pelaku,tetapi karena  permintaan  tersebut  dilakukan terus menerus disertai dengan  ancaman maka  akhirnya  subyek  memenuhi permintaan  tersebut.  Di  sisi  lain,  ada pula  subyek  yang  mengetahui  adanya ancaman  tersebut  dan  tetap  menanggung  resiko  dipukul,  diancam, dan  diteror  terus  menerus  karena  mereka  tidak  menuruti  permintaan pelaku. Sebagaimana pengakuan subyek  berikut:
“waktu kelas 4 pernah dipaksa oleh teman    untuk  membelikan  jajanan  di  warung  sekolah  kalau  saya  enggak  mau saya pulang sekolah diancam sama  dia  jadinya  saya  mau  membelikan  jajan  teman  saya di kantin daripada  saya  diancam  sama  dia…..” (P1-11 tahun) 
“….aku ingin bermain  bersama teman-teman, tapi mereka tidak membolehkan saya ikut. Lalu aku  dipaksa  untuk  memberikan uang  seribu  lalu  aku   beri  lalu  aku
boleh bermain lagi”(L1-9 tahun)
 “…aku disuruh kakak kelas 6 untuk minta-minta  uang ke teman trus diberikan ke dia tapi aku  tidak mau  lalu  aku dipukuli  dan disindir  dan diejek…. pagi harinya aku yang dimintai  uang  oleh  kakak  kelas  itu tapi aku  tidak  mau  lalu  pada  istirahat
pertama  dipukuli dia….”  (L2-11 tahun)
“….aku  terpaksa membelikan  jajan untuk  dia  .... “(P2-11 tahun)
Pelaku  bullying  antara  lain adalah  kakak  kelas,  di  mana  hal  ini sesuai dengan pengertian bullying yaitu bahwa pelaku memiliki kekuasaan yang lebih  tinggi.  Selain  itu  pelaku bullying  dapat  juga  dilakukan  oleh teman  sekelas  baik  yang  dilakukan perseorangan maupun oleh kelompok.  Bahkan, dari  hasil  penelitian  ditemukan  bukti  bahwa  guru  juga  dapat  berperan sebagai  pelaku  bullying.  Perilaku  yang ditunjukkan  adalah  berupa  verbal,  dimana guru menggunakan kata-kata yang justru  dapat  menurunkan  minat  dan prestasi  belajar  siswa  sehingga  suasana belajar mengajar  berada  dalam  kondisi terpaksa  dan  tidak  nyaman. 
Peningkatan  ‘status’  pada  subyek  penelitian  yang  awalnya  menjadi  korban  perilaku  bullying  oleh  teman-teman  mereka  ke  arah  pelaku  bullying  itu  sendiri  perlu  menjadi  perhatian  serius.  Sebagaimana  yang  ditunjukkan  oleh  subyek  penelitian  ini,  mereka justru diminta untuk melakukan  bullying, terutama yang termasuk dalam  bentuk  fisik  seperti  dipaksa  untuk  memukul  teman  lain. Demikian  pula  teman  yang  menjadi penonton dari kejadian bullying dapat menjadi pihak yang dapat terlibat secara  aktif  atau  mendukung penindasan  atau  setidaknya  tidak melakukan  apapun  untuk menghentikannya.  Keadaan  ini  justru  dapat  semakin  memperparah frekuensi  dan  bentuk  bullying  yang terjadi , sebagaimana  salah  satu pernyataan dari subyek berikut: “……saya kemarin dipaksa oleh teman saya untuk mengganggu teman di sekolah, kalau tidak mau, katanya saya akan dipukul …”


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A.    Kesimpulan
Bullying  sebagai  bentuk  penindasan  yang  terjdi  di  sekolah  merupakan  bentuk arogansi  yang  terekspresikan. Bullying  tidak  semestinya  dipandang  sebelah  mata.  Siswa korban  bullying  akan  menghabiskan  banyak  waktu  untuk  memikirkan  berbagai  cara  untuk  menghindari  gangguan  dan  di  sekolah  sehingga mereka hanya memiliki sedikit energi  untuk  belajar.  Pelaku  bullying juga  akan  mengalami  kesulitan  dalam  kehidupan  sosialnya dan  jika dibiarkan hingga  mereka dewasa  dampaknya lebih kompleks.  Siswa yang menonton  juga berpotensi untuk menjadi pelaku bullying. Pemutusan  rantai  kekerasan membutuhkan kerja  sama dari berbagai  komponen pendidikan, yang meliputi guru, siswa, orang tua, dan masyarakat.
Pemahaman komponen skolah sekolah mengenai bullying masih terbatas,  terutama  mengenai bentuk-bentuk bullying.  Program  penanganan  preventif secara terpadu merupakan langkah yang efektif  dilakukan  untuk  mengatasi bullying.  Sebagai konselor, guru memegang  peran  penting  untuk  memberikan kesadaran  tentang  bullying. Sekolah melalui manajemennya berperan untuk mengembangkan  suatu  kebijakan  yang tegas  dan  konsisten  terhadap  perilaku bullying  serta meningkatkan ketrampilan dan dukungan baik terhadap pelaku maupun korban  bullying  sehingga  akan  tercapai lingkungan yang kondusif bagi  siswa.
B.     Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas,  dapat direkomendasikan beberapa saran sebagai berikut:
1.      Bagi Sekolah
a.       Meningkatkan  pemahaman  mengenai  bullying untuk  mencegah  perilaku  tersebut  terjadi  pada  siswa .
b.      Mengumpulkan  informasi  mengenai  bullying  di  sekolah secara langsung dari para siswa.
c.       Memutus rantai kekerasan dengan melibatkan guru dan mengefektifkan peran guru sebagai konselor.
d.      Menetapkan aturan-aturan yang jelas  mengenai  bullying  di  ruang  kelas  dan  di  lingkungan  sekolah secara menyeluruh serta mensosialisasikannya kepada seluruh elemen sekolah.
e.       Memberikan pelatihan atau penyuluhan bagi  semua orang dewasa di sekolah  untuk  menanggapi  bullying  secara  peka  dan  konsisten.
f.       Penanaman pendidikan karakter positif diantaranya toleransi dan  kesadaran  akan  keberagaman serta  menunjukan keteladanannya. 
g.      Menyediakan pengawasan yang  memadai oleh  orang  dewasa  khususnya dalam  wilayah-wilayah  yang  kurang  terstruktur,  seperti  lapangan  bermain,  kantin  atau  koperasi sekolah.
2.      Bagi Orang tua
Orang  tua  dapat  memberi keteladanan perilaku  yang  positif,  seperti
menghargai,  mendukung,  dan mengajari cara berteman.



DAFTAR RUJUKAN

Craig, Wendy M. 1998. The Relationship Among Bullying, Victimization, Depression, Anxiety, and Agression in Elementary School Children.Pergamon. Person,individ. Diff. Vol.24. No.1, pp. 123-130. Printed in Great Britain.
Kowalski, Robin M, & Limber, Susan P.. 2007. Electronic Bullying Among Middle School  Students. Journal of Adolescent Health 41 (2007)  S22-S30.
Siswati, &Widayanti, Costrie Ganes. 2009. Fenomena Bullying  Di Sekolah Dasar Negeri Di  Semarang: Sebuah Studi Deskriptif. Jurnal Psikologi Undip (online), Vol. 5, No. 2, diakses 18 Januari 2016.
Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Pendidikan : Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R &D. Bandung : Alfabeta.
Van der Wal, Marcel F,& de Mit, Cess A.M., & Hirasing, Remy A. 2003. Psychosocial Health Among Young Victims and Offenders of Direct and Indirect Bullying. Pediatrics 2003;111;1312. pediatrics.aappublications.org diakses tanggal 18 Januari 2016
Yandri, Hengki, & Daharnis ,& Nirwana, Herman. 2013. Pengembangan Modul Bimbingan Dan Konseling Untuk Pencegahan Bullying Di Sekolah.KONSELOR/Jurnal Ilmiah Konseling Volume 2 Nomor 1 : 98-106, http://ejournal.unp.ac.id/index.php/konselor  diakses 18 Januari 2016
Yusuf, Husmiati, & Fahrudin, Adi. 2012. Perilaku Bullying:Asesmen Multidimensi Dan Intervensi Sosial. Jurnal Psikologi Undip Vol. 11, No.2, diakses 18 Januari 2016.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar